[TUGAS] Teknologi yang terkait antar muka telematika


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI






TUGAS PENGANTAR TELEMATIKA

COMPUTER VISION SYNDROME PADA PEGAWAI PENGGUNA KOMPUTER DI
PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MAKASSAR

Di Susun Oleh :


DEDE ANGGRIAWAN
MARIYANTO
RAMZI WAHID








ABSTRAK


Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan komputer terhadap timbulnya gejala komputer vision syndrome dalam hal astenopia, visus dan gangguan permukaan okuler pada Pegawai Pengguna Komputer di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Makassar. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional terhadap 150 subjek dilakukan di BNI Makassar selama periode Agustus-Oktober 2012. Pengambilan data berupa pengisian kuisioner McMonnies untuk mengetahui adanya astenopia, pemeriksaan visus menggunakan Log MAR, pemeriksaan kondisi permukaan dengan tes Schirmer dan tes BUT yang dilakukan sebelum dan sesudah bekerja menggunakan komputer. Lama penggunaan komputer dibedakan atas 1, 2 dan 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan yang bermakna (p=0,000) terhadap keluhan astenopia, visus, hasil tes Schirmer dan BUT sesudah penggunaan komputer. Rerata keluhan astenopia sesudah menggunakan komputer meningkat menjadi 3,27 (+1,24) dibandingkan dengan sebelum menggunakan komputer 0,99 (+0,81), Rerata tajam penglihatan sebelum menggunakan komputer 0,87 (+0.18) menurun menjadi 0,82 (+0,19) sesudah menggunakan komputer. Rerata tes Schirmer sebelum menggunakan komputer 22,04 (+8,95) menjadi lebih singkat sesudah menggunakan komputer 18,11 (+8,90). Rerata tes BUT sebelum menggunakan komputer 9,39 (+ 2,77) menjadi lebih singkat sesudah menggunakan komputer 7,38 (+1,99). Lama penggunaan komputer memiliki hubungan bermakna dengan astenopia (p=0,001), penurunan tajam penglihatan (p=0,000) dan tes BUT (p=0,011) namun tidak memiliki hubungan bermakna dengan tes Schirmer (p=0,102). Makin lama penggunaan komputer maka makin berat gejala CVS yang terjadi. Disimpulkan bahwa secara keseluruhan gejala astenopia menjadi lebih berat, visus mengalami penurunan dan gangguan permukaan okuler menjadi lebih berat setelah bekerja menggunakan komputer. Makin lama penggunaan komputer maka makin berat gejala CVS yang terjadi
Kata kunci : Computer Vision Syndrome, astenopia, dry eye






PENDAHULUAN

Sebuah komputer saat ini ibarat sebuah pena dan kertas dalam kehidupan sehari-hari (Talwar dkk, 2009). Kemudahan yang diberikan oleh komputer membuat masyarakat menjadikan komputer sebagai kebutuhan pokok terutama di perkatoran. Hal ini disebabkan karena keberadaan komputer memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas, produktifitas dan efisiensi dalam pekerjaan. Hingga tahun 2000 diperkirakan sekitar 75% pekerjaan kantor memerlukan komputer (Blehm dkk, 2005). Pada tahun 2006 diperkirakan terdapat sekitar 28 juta penduduk yang menggunakan komputer, baik di perkantoran maupun di rumah (Uchino M.dkk, 2008). Pada tahun 1990 penggunaan internet dengan komputer pribadi di rumah mulai meningkat dan hal ini makin meningkatkan pula jumlah pengguna komputer di dunia. Setidaknya dari 15% pengguna internet dan komputer pribadi di rumah pada tahun 1990 meningkat menjadi 50% di tahun 2005 (Blehm dkk, 2005). American Optometrist Association (AOA) mendefinisikan Computer vision Syndrome (CVS) sebagai sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan oleh seseorang yang menggunakan komputer dalam waktu yang cukup lama. Berat-ringannya keluhan yang dilaporkan sebanding dengan banyaknya waktu yang digunakan di depan komputer. Seseorang yang menggunakan komputer lebih dari dua jam setiap harinya akan lebih mudah untuk menderita CVS (Affandi E, 2005; Bhanderi J, 2008) Mata sebenarnya tidak terlalu tepat untuk menatap layar monitor karena mata tidak dapat terlalu lama berusaha untuk memfokuskan pada titik-titik kecil atau pixel yang membentuk bayangan pada layar monitor (Pandey,2006). Seorang pengguna komputer harus terus-menerus berusaha memfokuskan matanya untuk menjaga ketajaman gambar yang dilihatnya pada layar monitor. Proses tersebut mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot mata. Hal tersebut semakin diperberat dengan berkurangnya frekuensi berkedip sehingga mata menjadi kering dan terasa perih. Akibatnya kemampuan mata untuk memfokuskan diri menjadi berkurang dan penglihatan akan menjadi kabur (Affandi E, 2005; Bhanderi J, 2008) Beberapa peneliti telah melaporkan hasil penelitiannya yang hubungan penggunaan komputer dengan CVS, diantaranya adalah Amalia H dkk yang melaporkan bahwa prevalensi astenopia pada mahasiswa ilmu komputer cukup tinggi dan penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan pengetahuan mahasiswa terhadap ergonomi penggunaan komputer yang baik menjadi faktor resikonya. (Husnun A dkk,2007) Suharyanto dan Sutarsih dalam penelitiannya menyebutkan terjadinya pemanjangan WPM pada operator telekomunikasi sesudah bekerja selama 2 jam, demikian juga dengan Basri yang menyatakan adanya pemanjangan WPM pada operator radar sesudah bekerja (Suharyanto F, Safari E, 2010). Dalam penelitian ini ingin diketahui kejadian computer vision syndrome pada pegawai PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk di Makassar dengan melakukan anamnesis keluhan subjektif dan pengisian kuisioner Mcmonnies untuk mengetahui keluhan astenopia, pengukuran visus serta melakukan pemeriksaan tes Schirmer dan BUT untuk mengetahui kondisi permukaan okuler dalam hal ini adalah Lapisan Air Mata sebelum dan sesudah bekerja menggunakan komputer.
METODE PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan pada 150 orang pegawai BNI di Makassar selama periode Agustus - Oktober 2012 dengan metode pengambilan data purposive sampling. Kriteria inklusi adalah usia minimal 20 tahun,telah bekerja menggunakan komputer minimal 1 tahun dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian. Dikeluarkan dalam penelitian apabila menderita kelainan permukaan okuler, glaukoma dan infeksi, menggunakan alat kontrasepsi hormonal, mempunyai riwayat operasi mata sebelumnya, merokok selama bekerja menggunakan komputer, menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi sekresi air mata, seperti anti histamin, anti depresan, selective serotonin reuptake inhibitor, ansiolitik, anti psikotik, diuretik, penyekat beta, kemoterapi sistemik, dan anti kolinergik dalam 3 bulan terakhir, tidak kooperatif selama prosedur pemeriksaan. Dalam penelitian ini ingin diketahui kejadian computer vision syndrome pada pegawai PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk di Makassar dengan melakukan anamnesis keluhan subjektif dan pengisian kuisioner Mcmonnies untuk mengetahui keluhan astenopia, pengukuran visus serta melakukan pemeriksaan tes Schirmer dan BUT untuk mengetahui kondisi permukaan okuler dalam hal ini adalah lapisan air mata sebelum dan sesudah bekerja menggunakan komputer. Kuisioner berisi pertanyaan mengenai data sosiodemografik, lama bekerja menggunakan komputer selama 1 minggu, pengetahuan mengetahui CVS dan posisi ergoophthalmic, keluhan subjektif dan frekuensi keluhan tersebut. Pada kuisioner McMonnies terdapat 12 pertanyaan dengan nilai jawaban berkisar 0-6. Nilai total dari 12 pertanyaan pada setiap subjek dikategorikan normal jika < 10, marginal dry eye jika bernilai 10-20 dan pathological dry eye jika >20. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mata meliputi pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp portabel dan pemeriksaan lapisan air mata dengan tes Schirmer dan tes BUT. Astenopia adalah keluhan subjektif penglihatan akibat kelelahan organ-organ penglihatan yang disertai nyeri pada mata, nyeri kepala, penglihatan kabur dll dan diukur dengan menggunakan kuisioner dari Mcmonies. Tes Schirmer adalah suatu pemeriksaan untuk menilai kuantitas LAM (penilaian fungsi sekresi kelenjar lakrimal utama) dengan menggunakan kertas Whatmann nomor 41 selama 5 menit dan melihat jumlah pembasahan diukur dalam mm. Hasil penilaian normal bila pembasahan sepanjang >10 mm; Suspek dry eye bila pembasahan 6-10 mm; dan Dry eye bila pembasahan <6 mm. Pemeriksaan Tear Break-UpTime adalah suatu pemeriksaan untuk menilai stabilitas LAM dengan menghitung waktu antara kedipan sempurna hingga timbulnya dry spot pertama pada kornea. Hasil penilaian normal bila . 10 detik dan Dry eye bila < 10 detik. Pengambilan data dilakukan dua kali yakni sebelum dan sesudah bekerja menggunakan komputer.



HASIL PENELITIAN


Data yang diperoleh dianalisa melalui komputer dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17. Tabel 1 memperlihatkan karakteristik subyek penelitian. Subyek yang diperoleh berusia 21.46 tahun dengan rerata 30,25 +6,49 tahun. Dari 150 subjek didapatkan 79 orang (52,7 % ) berjenis kelamin laki-laki dan 71 orang (47,3 % ) berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar subjek tidak memiliki pengetahuan mengenai Computer Vision Syndrome dan posisi ergoophthalmic saat menggunakan komputer. Subjek yang memiliki pengetahuan tersebut hanya 7 orang (4,7%). Pada subjek laki-laki diperoleh persentase perokok sebesar 43 orang (54,4%) sedangkan pada subjek perempuan diperoleh persentase pengguna kosmetik mata sebesar 61 orang (87%). Dari 150 subjek terdapat 25 orang (16,7%) yang menggunakan kacamata saat bekerja menggunakan komputer. Sebagian besar subjek penelitian menggunakan layar monitor jenis LCD yaitu sebanyak 122 orang (81,2 %) dan jenis CRT sebanyak 28 orang (18,8%). Intensitas penggunaan komputer pada subjek yang diperoleh dalam 1 minggu berkisar 10 . 50 jam dengan rerata 35,87 + 10,88 jam. Diperoleh data sebanyak 55 orang (36,7%) yang menggunakan komputer selama 1 jam, 47 orang (31,3%) selama 2 jam dan 3 jam sebanyak 48 orang (32,0%) Penelitian ini didapatkan astenopia terjadi pada 28,6% subjek sebelum bekerja menggunakan komputer dan meningkat menjadi 90,6% subjek sesudah menggunakan komputer. Hal ini terlihat pada tabel 2 yang menunjukkan peningkatan jumlah keluhan subjektif yang signifikan sesudah penggunaan komputer dibandingkan sebelum penggunaan (p=0,000), yaitu terjadi peningkatan dari rata-rata satu keluhan menjadi rata-rata 3 keluhan. Pada table tersebut juga terlihat adanya peningkatan nilai hasil tes Mcmonnies yang signifikan sesudah penggunaan komputer dibandingkan sebelum penggunaan (p=0,000) dimana nilai rerata kuisioner Mcmonnies sebelum menggunakan komputer adalah 9,29 + 3,82 dan sesudah menggunakan komputer menjadi 11,57 + 4,16. Berdasarkan hasil interpretasi kuisioner McMonnies terjadi perubahan derajat dry eye dimana sebelum menggunakan komputer adalah normal dan sesudah menggunakan komputer menjadi marginal dry eye. Tabel 2 juga menunjukkan penurunan visus sesudah menggunakan komputer. Visus sebelum menggunakan komputer memiliki rerata sebesar 0,87 + 0,18 sedangkan nilai rerata visus sesudah menggunakan komputer adalah 0,82 + 0,19. Nilai tersebut juga mengalami penurunan yang signifikan dan bermakna secara statistik (p=0,000). Penurunan hasil tes Schirmer yang signifikan sesudah penggunaan komputer dibandingkan sebelum penggunaan (p=0,000) juga diperlihatkan dalam tabel 2. Penurunan tes Schirmer sesudah penggunaan komputer terjadi pada\ 113 subyek (75,3%) sedangkan 37 subjek (24,7 %) tidak mengalami perubahan nilai tes Schirmer sesudah penggunaan komputer.Demikian halnya dengan hasil tes BUT yang juga terjadi penurunan yang signifikan sesudah penggunaan komputer dibandingkan sebelum penggunaan (p=0,000). Tes BUT sebelum menggunakan komputer memiliki rerata 9,39 + 2,77 detik dan sesudah menggunakan komputer memiliki rerata 7,38 + 1,99 detik. Penurunan hasil Tes BUT terjadi pada 107 subjek (71,3%) menunjukkan hubungan yang bermakna antara lama penggunaan computer dengan keluhan subjektif (p=0,001), dimana persentase keluhan meningkat sesuai dengan peningkatan lama penggunaan komputer. memperlihatkan hubungan yang bermakna antara lama penggunaan computer dengan penurunan visus (p=0,000), dimana persentase subjek yang visusnya menurun jumlahnya mengalami peningkatan sesuai dengan peningkatan lama penggunaan komputer. Sebanyak 81 subjek (54,0%) mengalami penurunan visus sesudah menggunakan komputer dengan 38 subjek diantaranya (79,2%) telah menggunakan komputer selama 3 jam. Sedangkan subjek yang tidak mengalami perubahan visus adalah sebesar 69 orang (46,0%) dengan 36 subjek (65,5%) diantaranya menggunakan komputer selama 1 jam. Tabel 5 memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan komputer dengan hasil tes Schirmer (p=0,102) meskipun terlihat adanya kecenderungan persentase subyek dengan hasil tes yang menurun mengalami peningkatan jumlah sesuai dengan peningkatan lama penggunaan komputer. Namun dalam table tersebut\ ditunjukkan hubungan yang bermakna antara lama penggunaan komputer dengan hasil tes BUT (p=0,011) dimana persentase hasil tes BUT yang menurun ditemukan lebih tinggi pada lama penggunaan komputer 2 dan 3 jam.












PEMBAHASAN


Penelitian ini menunjukkan bahwa astenopia terjadi pada 28,6% subjek sebelum bekerja menggunakan komputer dan menjadi 90,6% subjek setelah bekerja menggunakan komputer. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah keluhan subjektif sesudah bekerja menggunakan komputer yang bermakna (p=0,000). Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terjadi penurunan visus yang bermakna secara statistik sesudah bekerja menggunakan computer (p=0,000). Pada penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan kuantitas dan kualitas LAM untuk mengetahui derajat dry eye. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan tes Schirmer pada 113 orang (75,3%). Nilai rerata hasil pemeriksaan tes Schirmer pada subjek penelitian ini sebelum bekerja menggunakan komputer adalah 22,04 mm +8,95 menjadi 18,11 + 8,90. Nilai tersebut mengalami penurunan yang signifikan (p=0,000) meskipun secara interpretasi hasil tes Schirmer nilai rerata sebelum dan sesudah menggunakan komputer masih dalam batas normal. Hal ini mungkin disebabkan karena produksi akuos dari kelenjar lakrimal memang berfluktuatifsecara kuantitatif. Selain itu berdasarkan klasifikasi DEWS, dry eye yang terjadi pada saat menggunakan komputer maupun aktifitas dekat lainnya adalah dry eye evaporatif akibat berkurangnya frekuensi berkedip (Dogru M dkk, 2007). Penelitian ini juga memperlihatkan adanya penurunan nilai kuisioner McMonnies yang bermakna (p=0,000). Nilai rerata McMonnies pada subjek penelitian ini adalah 9,29 + 3.82 dan nilai rerata sesudah bekerja menggunakan komputer adalah 11,57 + 4,16. Data penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer dengan keluhan subjektif, visus dan hasil tes BUT. Namun dari data penelitian yang diperoleh tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara lama penggunaan komputer dengan hasil tes Schirmer meskipun terlihat kecenderungan peningkatan jumlah subjek yang mengalami penurunan hasil tes Schirmer. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Diantaranya yang dilakukan oleh Dinesh J.Bhanderi dkk(2008) yang melaporkan bahwa astenopia terjadi pada 46,3% subjek penelitiannya (Bhanderi dkk,2008). Mocci dkk dan Sanchez Roman dkk juga menemukan hal yang sama dalam penelitiannya (Mocci F dkk, 2001; Sanchez- Roman,1996). Mocci dkk melaporkan prevalensi astenopia sebanyak 31,9 % pada 385 pegawai bank yang menjadi subjek penelitiannya sedangkan Sanchez-Roman melaporkan prevalensi astenopia sebesar 68,5% terjadi pada subjek penelitiannya. Bergqvist dkk, Bhanderi dkk dan Nakaishi dkk juga melaporkan hasil penelitiannya bahwa subjek dengan gangguan refraksi (termasuk yang sudah terkoreksi) akan lebih mudah untuk menderita astenopia.(Bhanderi dkk, 2008; Bergqvist, 1994; Nakaishi H, 1999) Astenopia pada pekerja yang menggunakan computer atau VDT dapat dinilai dari adanya keluhan subjektif berupa penglihatan buram, rasa nyeri pada mata, rasa berat pada mata dan penglihatan ganda. Keluhan lain adalah rasa kering pada mata, sering berkedip, sakit kepala, iritasi mata, dan lain-lain (Suharyanto F dkk, 2010). Dumery dkk melaporkan bahwa terjadi sedikit penurunan visus pada subjek penelitiannya (Dumery B, 2010) Serupa dengan hal tersebut penelitian ini menunjukkan pengukuran visus awal sebelum menggunakan komputer didapatkan rerata visus adalah 0,87 + 0,18 dan visus sesudah menggunakan komputer adalah 0,82 + 0,19. Hal serupa juga terjadi pada hasil pengukuran tes BUT, dimana rerata nilai BUT sebelum menggunakan komputer adalah 9,39 + 2,77 menjadi 7,38 + 1,99 sesudah menggunakan komputer. Penurunan nilai BUT terjadi pada 107 orang (71,3%) subjek. Nilai rerata BUT tersebut juga mengalami penurunan yang signifikan meskipun sebenarnya nilai rerata BUT sebelum maupun sesudah secara interpretasi BUT berada dibawah nilai normal. Hal ini mungkin disebabkan karena subjek pada penelitian ini telah intensif bekerja menggunakan komputer selama minimal 1 tahun dengan rata-rata penggunaan komputer penggunaan komputer sebanyak 35,87 + 10,78 jam dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa pada subjek penelitian telah terjadi gangguan pada kondisi stabilitas LAM sebelum bekerja yang mungkin disebabkan karena berkurangnya refleks berkedip saat bekerja menggunakan komputer yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini 9 juga menunjukkan adanya perubahan hasil tes Schirmer dan BUT yang berhubungan dengan lama penggunaan komputer. Terdapat dua aspek yang menentukan stabilitas LAM, yaitu: (1) komposisi LAM, yang terdiri atas lapisan lipid, akuos, dan musin; dan (2) hidrodinamik LAM, yang meliputi mekanisme menutup dan membukanya palpebra yang berhubungan dengan evaporasi dan penyebaran LAM pada saat berkedip (Syawal SR, 2005). Salah satu cara untuk mengetahui kondisi permukaan okuler adalah dengan menilai LAM dari segi kuantitas dan kualitas. Untuk menilai kuantitas LAM adalah dengan Tes Schirmer. Sedangkan untuk menilai stabilitas LAM dapat digunakan dengan penilaian Break-Up Time. Pada penderita dengan struktur LAM yang tidak stabil maka waktu break-up akan menjadi lebih singkat (Patel S., 2003). Dry eye pada pengguna komputer disebabkan oleh menurunnya frekuensi berkedip dan sebagai konsekuensinya akan terjadi peningkatan dari evaporasi lapisan airmata. Penelitian ini juga menggunakan kuisioner Mcmonnies untuk mengetahui ada tidaknya dry eye pada subjek penelitian Beberapa penelitian telah melaporkan lama penggunaan komputer yang lebih lama memiliki hubungan yang signifikan dengan tingginya prevalensi dry eye baik pada subjek lakilaki maupun perempuan. Diantaranya dilaporkan oleh Hanne dkk (1994) yang menemukan astenopia yang lebih berat pada pekerja yang menggunakan komputer lebih dari 6 jam sehari dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan komputer kurang dari 6 jam sehari (Hanne W dkk, 1994). Kanitkar dkk (2005) juga melaporkan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa lama penggunaan komputer berhubungan langsung dengan keluhan subjektif pada mata, dimana lama penggunaan komputer yang lebih panjang akan menyebabkan keluhan subjektif dirasakan lebih lama bahkan sesudah selesai bekerja (Kanitkar K dkk, 2005) Hal serupa juga dilaporkan oleh Bergqvist dkk (1994), Sanchez-Roman dkk (1996) juga Shima dkk (1993). Hal berbeda dilaporkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Mocci dkk juga Bhanderi dkk yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara astenopia dengan lama penggunaan komputer dalam sehari maupun dalam seminggu. Penelitian yang dilakukan oleh Dumery dkk merekam frekuensi berkedip pada subjek penelitiannya sebelum dan sesudah menggunakan komputer dan melaporkan bahwa terjadi penurunan frekuensi berkedip hingga 50% dan penggunaan computer menginduksi terjadinya astenopia pada semua subjek (Dumery B, 2010). Lama penggunaan komputer pada subjek penelitian ini dibedakan atas 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Hal ini dimaksudkan 10 untuk menilai hubungan antara lama penggunaan komputer dengan kejadian computer vision syndrome. Pada penelitan ini diperoleh 55 orang ( 36,7% ) menggunakan komputer selama 1 jam, 47 orang (31,3%) menggunakan komputer selama 2 jam dan 48 orang (32%) yang menggunakan komputer selama 3 jam. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama penggunaan komputer dengan penurunan visus (p=0,000). Keterbatasan penelitian ini adalah subjek penelitian yang terbatas pada pengguna komputer yang bekerja di BNI serta tidak dilakukan analisis terhadap posisi ergoophthalmic serta riwayat bekerja intensif menggunakan komputer dimana faktor tersebut mungkin mempunyai peranan dalam kejadian computer vision syndrome pada pengguna komputer.

















KESIMPULAN DAN SARAN

Kami menyimpulkan bahwa astenopia menjadi lebih berat yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya keluhan subjektif sesudah bekerja menggunakan komputer yang bermakna secara statistik, terdapat penurunan visus yang bermakna sesudah bekerja menggunakan komputer, gangguan pada kondisi permukaan okuler menjadi lebih berat dimana hasil tes Schirmer menjadi lebih pendek dan hasil tes BUT menjadi lebih singkat sesudah bekerja menggunakan komputer, terjadi peningkatan derajat dry eye berdasarkan hasil kuisioner McMonnies yang bermakna sesudah bekerja menggunakan komputer , dan terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer dengan Computer Vision Syndrome dalam hal keluhan (astenopia), derajat dry eye berdasarkan hasil kuisioner McMonnies, visus dan tes BUT namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer dengan hasil tes Schirmer meskipun terlihat ada kecenderungan peningkatan jumlah subjek yang mengalami pemendekan hasil tes Schirmer. Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada subjek penelitian yang sama untuk melihat apakah perubahan yang terjadi bersifat sementara atau menetap.














DAFTAR PUSTAKA

Affandi E,(2005), Sindrom Penglihatan Komputer, Majalah Kedokteran Indonesia, Maret 55
(3); 297-300
Amalia H,Suardana G, Artini W, (2007), Etiologi dan Faktor Risiko Astenopia pada Mahasiswa
Ilmu Komputer, Ophthalmologica Indonesiana, Vol 34, No. I, Jan - April 1.
Bergqvist UO, (1994), Knave BG. Eye Discomfort and work with visual display terminals. Scand
J Work Environ Health, 20:27-33
Bhanderi J, Choudary S, Doshi V, (2008), A Community-based stuy of asthenopia in computer
operators, Indian J of Ophthalamology, Januari.Februari: 56 (1); 51-5
Blehm C, Vishnu S, Khattak A, et al, (2005), Computer Vision Syndrome: A Review, Survey of
ophthalmology, June, 50 (3); 253-62
Dogru M ,Lemp M, Baudoin C . (2007), Definition and Classification of Dry Eye in Dry Eye
Workshop (DEWS ) Committee. Report of the International Dry Eye Workshop
(DEWS). Ocul Surf.;5:65-204
Dumery B, (2010), Eyestrain, Blink Rate and Dry Eye Syndromes of Video Display Terminal
Users available www.hcmiu.edu./BMM 2010/papers/p7.09.pdf
Hanne W, Brewitt H, Augenklinik rechts DI, Munchen TU, (1994), Changes in visual function
caused by work at a data display terminal. Ophthalmologe, 91:107-12
Kanitkar K, Carlson AN, Richard Y, (2005),Ocular problems associated with computer use: The
ever-increasing hours spent in front of video display terminals have led to a
corresponding increase in visual and physical ills, Review of Ophthalmology ENewsletter,
12:04
Mocci F, Serra A, Corrias GA, (2001), Phychological factors and visual fatigue in working with
video display terminals, Occup Environ Med., 58:267-71
Nakaishi H,Yamada Y, (1999), Abnormal tear dynamics and symptoms of eyestrain in of visual
display terminal, Occup Environ Med, 56:6-9
Pandey S, Swamy B, (2006), Computer Vision Syndrome, Dry Eye and Ocular Surface
Disorders, Jaypee Brothers Medical Pub, 303-311
Patel S, Blades KJ. (2003), Stability of the Tear Film. The Dry Eye - A practical Approach.
Edinburgh: Butterworth-Heinemann; 27-36
Sanchez -Roman FR, Perez Lucio C, Juarez-Ruiz C, Velez-ZamoraNM, Jimenez-Villaruel M,
(1996), Risk factors for asthenopia among computer terminal operators, Salud Publica
Mex, 38:186-96
Shima M, Nitta Y, Iwasaki A, Adachi M, (1993), Investigation of subjective symptoms among
visual display terminal users and their affecting factors-analysis using log-linear models.
Nippon Eiseigaku Zasshi, 47:1032-40
Suharyanto F, Safari E, (2010), Asthenopia pada pekerja wanita di Call Centre-X, Bul. Penelit.
Kesehat, Vol. 38, No.3, 119 . 130
Syawal SR. (2005), Suatu Cakrawala Baru Mengenai Patogenesis dari Penanganan Sindrom
gDry Eyeh. Jurnal Medika Nusantara Suplement. 26: 84-7.
Talwar R, Kapoor R, Puri K et al, (2009), A Study of Visual and Musculoskeletal Health
Disorders among Komputer Professionals inNCR Delhi, Indian J Community Med,
October 34(4): 326-8
Uchino M, Schaumberg D, Dogru M et al, (2008), Prevalence of Dry Eye Disease among
Japanese Visual Display Terminal Users, Ophthalmology, November 115(11); 1982-8

 

No comments :

Post a Comment