Judul Buku
: Habibie & Ainun
Buku
: Novel
Penerbit : PT THC Mandiri
Penerbit : PT THC Mandiri
Diterbitkan
: Jalan. Kemang Selatan No. 98 Jakarta 12560 – Indonesia.
Tahun terbit
: November 2010
Penulis : Bacharuddin Jusuf Habibie
Kategori : Biografi
Tebal Buku : xii + 323 Halaman
Resolusi : 14 cm x 21 cm
Penulis : Bacharuddin Jusuf Habibie
Kategori : Biografi
Tebal Buku : xii + 323 Halaman
Resolusi : 14 cm x 21 cm
Jenis Cover
: Soft Cover
Text Bahasa
: Indonesia
Ulasan buku :
Habibie
& Ainun merupakan karya terbaru dari mantan presiden Republik Indonesia
ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie. Buku ini berisi kisah-kisah dan pengungkapan
rasa cinta terdalam dari sang profesor kepada almarhumah istrinya yakni Hj.
Hasri Ainun Habibie binti R. Mohamad Bestari yang wafat pada tanggal 23 Mei
2010 lalu. Dalam kata pengantarnya, Habibie mengaku jika penulisan buku ini
menjadi terapi bagi dirinya untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba
kehilangan dari seseorang yang telah menemani dan berada dalam kehidupannya
selama 48 tahun 10 hari, baik dalam berbagi derita maupun bahagia. Walau pun ia
sudah ikhlas tetapi ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia masih terpukul
pasca ditinggalkan sang istri tercinta. Bahkan menurutnya antara dirinya dan
Ainun adalah dua raga tetapi hanya satu jiwa.
Buku
ini sendiri baru di luncurkan pada tanggal 30 November 2010 lalu di Jakarta.
Menceritakan berbagai kisah cinta menarik antara Pak Habibie dan Ibu Ainun.
Mulai dari perjumpaan keduanya yang menjadi awal segalanya, keseharian dalam
mengarungi bahtera rumah tangga hingga kejadian memilukan tatkala sang takdir
Ilahi memisahkan keduanya. Selain itu para pembaca juga akan menemukan beberapa
untaian doa dan puisi cinta yang pernah ditulis keduanya. Tak berlebihan jika
Habibie mengatakan saat dirinya menulis buku ini tiap halamannya penuh dengan
tetesan air mata. Menurutnya kehadiran Ainun yang telah mendampinginya selama
ini, telah menjadi api yang selalu membakar energi semangat dan jiwanya dalam
menjalani hidup. Sekaligus laksana air yang selalu menyiram dan meredakan
gejolak jiwanya hingga kembali tenang.
Sejak
sang permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit Ludwig
Maximilian University (LMU) Muenchen, Jerman, Habibie masih merasa jika Ainun
tetap berada di sisinya. Setiap ia keluar dari ruang kerjanya, tiba-tiba ia
merasa berada pada sebuah dimensi ruang dan waktu yang lain. Sebuah dimensi
dimana Ainun belum berpisah ke alam Barzah. Wajah sang istri seperti melekat
disetiap sudut matanya, hadir dimanapun Habibie berada. Oleh karena itu,
menurutnya hadirnya buku ini telah menutupi kekosongan jiwanya dari hari ke
hari, bulan ke bulan mengikuti perjalanan sang waktu.
Buku
ini terdiri dari 37 bab. Masing-masing babnya mengandung hikmah tentang
kehidupan dari sang profesor. Gaya ceritanya yang sederhana, menjadikan para
pembaca ingin terus menyaksikan apa-apa saja tingkah pola Habibie dan Ainun di
belakang layar pentas nasional. Sehingga para pembaca akan menemukan sebuah
bacaan yang berbeda. Layaknya sebuah novel, Habibie mampu menyajikan sebuah
alur cerita unik dan menawan sehingga begitu lekat dimata para pembacanya.
Seperti perjuangan Habibie muda saat mengungkapkan perasaan cintanya kepada
Ainun, cerita dibalik pendirian Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI),
dibalik layar pemunculan dan terbang perdana pesawat buatan anak bangsa N250
Gatotkoco, hingga suasana duka kepergian sang istri tercinta serta beragam
kisah lainnya yang rugi jika terlewatkan.
Cerita Buku :
Dalam buku ini dikisahkan bagaimana
Pak Habibie tertarik pada Bu Ainun, kisah pacaran mereka yang singkat dan
berujung pada pernikahan. Selanjutnya kita dapat mengetahui episode kisah hidup
Pak Habibie (yang tentunya dalam setiap tahapan kehidupannya tak lepas dari
peranan Bu Ainun).
Mulai dari pasangan baru dengan gaji yang pas-pasan di Jerman, namun kesulitan-kesulitan di awal pernikahan mereka membuat mereka bertambah saling memahami.Menghadapi kehidupan yang keras,Bu Ainun tak mengeluh, bahkan senantiasa menyambut Pak Habibie dengan pandangan dan senyuman yang menentramkan. Dan berkali-kali Pak Habibie menyebutkan dalam buku ini bahwa pandangan dan senyuman Bu Ainun senantiasa membuatnya terpukau dan dirindukannya.
Ketika Pak Habibie mengalami masalah dalam penyelesaian doktoralnya dan merasa kerja kerasnya sia-sia, namun Bu Ainun memberikan motivasi dan saran untuk menyelesaikan masalahnya. Atas saran dari Ibu Ainun inilah, masalahpun dapat terpecahkan. Pak Habibie merasa Bu Ainun adalah ilham untuknya, oleh karena itu anak pertama mereka diberi nama Ilham. Di sini, saya sangat salut sekali dengan kecerdasan Bu Ainun yang memahami persoalan yang menimpa suaminya dan dapat memberikan solusi. Dan apapun yang terjadi Pak Habibie senantiasa mengkonsutasikannya dengan Bu Ainun. Juga pernyataan Pak Habibie karena Aninunlah sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan jika Ainun merasa mungkin untuk dilakukan maka Pak Habibie akan yakin dapat membuat sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi mungkin. Ketika anak kedua lahir, maka kebutuhan semakin besar Bu Ainun memutuskan untuk bekerja menjadi dokter anak(atas dukungan Pak Habibie), akan tetapi akhirnya harus melepaskan pekerjaannya karena anaknya sakit dan merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya. Meskipun pada akhirnya Bu Ainun memutuskan menjadi Ibu rumah tangga namun Bu Ainun tetap dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan karier Pak Habibie sehingga masih tetap dapat memberikan masukan-masukan kepada Pak Habibie.Apalagi setelah kembali ke tanah air, bu Ainun disibukkan untuk mendampingi Pak Habibie juga membuat kegiatan di lembaga-lembaga yang dipimpin oleh suaminya dan juga mengepalai berbagai yayasan. Jabatan yang diemban Pak Habibie tak membuat Bu Ainun berubah, malah mereka semakin tidak dapat dipisahkan dimana ada Pak Habibie disitu ada Bu Ainun. Sampai ketika bu Ainun sakit dan meninggal, Pak Habibie merasa bahwa ia dan Ainun maninggal karena diikat oleh cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi.
Mulai dari pasangan baru dengan gaji yang pas-pasan di Jerman, namun kesulitan-kesulitan di awal pernikahan mereka membuat mereka bertambah saling memahami.Menghadapi kehidupan yang keras,Bu Ainun tak mengeluh, bahkan senantiasa menyambut Pak Habibie dengan pandangan dan senyuman yang menentramkan. Dan berkali-kali Pak Habibie menyebutkan dalam buku ini bahwa pandangan dan senyuman Bu Ainun senantiasa membuatnya terpukau dan dirindukannya.
Ketika Pak Habibie mengalami masalah dalam penyelesaian doktoralnya dan merasa kerja kerasnya sia-sia, namun Bu Ainun memberikan motivasi dan saran untuk menyelesaikan masalahnya. Atas saran dari Ibu Ainun inilah, masalahpun dapat terpecahkan. Pak Habibie merasa Bu Ainun adalah ilham untuknya, oleh karena itu anak pertama mereka diberi nama Ilham. Di sini, saya sangat salut sekali dengan kecerdasan Bu Ainun yang memahami persoalan yang menimpa suaminya dan dapat memberikan solusi. Dan apapun yang terjadi Pak Habibie senantiasa mengkonsutasikannya dengan Bu Ainun. Juga pernyataan Pak Habibie karena Aninunlah sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan jika Ainun merasa mungkin untuk dilakukan maka Pak Habibie akan yakin dapat membuat sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi mungkin. Ketika anak kedua lahir, maka kebutuhan semakin besar Bu Ainun memutuskan untuk bekerja menjadi dokter anak(atas dukungan Pak Habibie), akan tetapi akhirnya harus melepaskan pekerjaannya karena anaknya sakit dan merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya. Meskipun pada akhirnya Bu Ainun memutuskan menjadi Ibu rumah tangga namun Bu Ainun tetap dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan karier Pak Habibie sehingga masih tetap dapat memberikan masukan-masukan kepada Pak Habibie.Apalagi setelah kembali ke tanah air, bu Ainun disibukkan untuk mendampingi Pak Habibie juga membuat kegiatan di lembaga-lembaga yang dipimpin oleh suaminya dan juga mengepalai berbagai yayasan. Jabatan yang diemban Pak Habibie tak membuat Bu Ainun berubah, malah mereka semakin tidak dapat dipisahkan dimana ada Pak Habibie disitu ada Bu Ainun. Sampai ketika bu Ainun sakit dan meninggal, Pak Habibie merasa bahwa ia dan Ainun maninggal karena diikat oleh cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi.
Setelah saya membaca dan membuat
suatu resensi tentang buku Habibie & Ainun , saya mendapatkan beberapa
kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut.
KELEBIHAN BUKU
1. Saat
merasa buku ini sangat mencerminkan sang penulis, yaitu Pak Bacharuddin Jusuf
Habibie.
2.
Bukan cinta melulu.
3.
Mau atau tidak mau, rasa nasionalisme saya tergugah
saat membaca buku ini.
KELEMAHAN BUKU
1.
Karena
buku ini sangat menggambarkan Pak Habibie yang sedang bercerita,
kalimat-kalimat dalam paragraf-paragraf yang ada dalam buku ini sering terasa
membingungkan dan tidak wajar.
2.
Sungguh saya sayangkan buku yang begitu istimewa ini
tidak disempurnakan dengan kehadiran seorang editor.
3.
Cerita cinta masih kurang.
4.
Kurang Foto.
SARAN
Saran
saya terhadap buku ini adalah, gunakanlah editor agar pembaca tidak mudah
bingung, dan bagi ada yang menyukai buku tentang cinta buku ini masih kurang
cocok untuk anda. Pelu kehadiran gambar atau foto untuk lebih menarik lagi.
Saya suka sekali isi artikelnya, coba kalian lihat dulu nih, Promo Karti Kredit
ReplyDeleteMantap mantap
ReplyDeleteFikri bau
ReplyDeleteAjg lu
DeleteIh fikri baug
DeleteWoi
ReplyDeleteBuset fikri ama keita yak?
ReplyDeleteRespect and that i have a dandy provide: Who Does Renovations house renovation business
ReplyDelete