Terbang Ke New Zealand Dengan Singapore Airlines

Pesawat SQ di bandara Christchurch
Disclaimer:
This trip is paid by Tourism New Zealand. 
But all opinions expressed by me are 100% authentic and written in my own words.

Sudah lama saya pengin naik Singapore Airlines alias SQ, tapi ya tidak pernah kesampaian wong duitnya hanya cukup untuk budget airline saja. Ketika Si Ayah dibayari naik SQ ke Washington DC awal tahun ini, saya iri banget. Tapi alhamdulillah, rezeki nggak kemana. Keinginan saya mencoba SQ akhirnya kesampaian juga, gratis pula.

Mungkin ada yang belum tahu, saya memenangkan lomba #NZFoto yang diadakan oleh @JPlusSunday dari Jakarta Post, disponsori oleh Tourism New Zealand (TNZ). Hadiahnya  jalan-jalan gratis ke New Zealand, terbang dengan Singapore Airlines. Wuih, rasanya seperti mimpi, bahkan sampai itinerary SQ mampir ke inbox email saya.
Itinerary SQ
Tiket gratisnya memang hanya dari Jakarta. Dari Surabaya ke Jakarta harus saya usahakan sendiri. Saya berangkat bersama seorang jurnalis Jakarta Post. Untuk ke Christchurch, kota di Pulau Selatan New Zealand, kami transit dulu di Changi. Ketika mendapat itinerary ini, saya sempat deg-deg-an, memang bisa tuh waktu transit hanya 55 menit? Padahal ini kan penerbangan internasional, beda terminal lagi. Tapi percaya deh, SQ sudah mengatur semuanya. Transit di Changi mulus-mulus saja tanpa kendala apa-apa. Nanti akan saya tulis tersendiri.

Saya tidak tahu berapa harga tiket gratisan saya ini. Tapi iseng-iseng saya cek di website SQ, harga tiket pesawat dari Jakarta ke Christchurch mulai dari USD 1.400-an. Begitu juga tiket dari Surabaya ke Christchurch via Singapura, harga kurang lebih sama. SQ juga melayani penerbangan ke Auckland (kota di Pulau Utara Selandia Baru) dengan tarif yang mirip. Enaknya naik SQ, dari Singapura bisa langsung terbang ke Christchurch (CHC) atau Auckland (AKL), tidak perlu transit dulu di Australia. Cara lain untuk menghindari transit di Australia adalah naik Malaysia Airlines yang punya penerbangan langsung dari Kuala Lumpur ke Auckland (mulai USD 1000).

Agar transfernya mulus di terminal yang sama, saya naik Garuda dari Surabaya, mendarat di Terminal 2 bandara Soekarno Hatta. Pelayanan cek in oke, bisa tiga jam sebelum keberangkatan. Bagasi saya langsung dikirim ke Christchurch nantinya. Nomor Krisflyer saya bisa langsung dicantumkan untuk mendapatkan poin, meski saya belum punya kartunya dan hanya mendaftar online. Pelayanan imigrasi juga lumayan bagus, banyak petugas sehingga antrenya tidak lama banget. Ada juga auto-gate untuk pemegang e-paspor. 

Terminal 2 memang lebih bagus daripada terminal 1 dan 3, meski tetap ada kekurangan sana-sini. Waktu itu gate saya diganti, tidak sesuai dengan yang tertulis di boarding pass. Pengumumannya hanya dengan secarik kertas yang sobek-sobek di depan lorong menuju gate. Tapi ruang tunggu boarding-nya cukup bagus kok. Kursi dan sofanya nyaman dan cukup untuk semua orang. Toiletnya bersih banget. Ada pojok baca dengan buku dan majalah yang disponsori oleh perusahaan asuransi. Tapi yang paling mengesankan bagi saya adalah sistem boarding menggunakan kartu warna-warni. Ketika memasuki ruang tunggu, kita dicek tiketnya, lalu diberi kartu boarding dengan warna tertentu, sesuai prioritas: merah, kuning, biru dan hijau. Ketika siap boarding, penumpang dipanggil sesuai warna kartunya, dan wajib menyerahkan kartu tersebut ke petugas. Dengan begini, orang nggak rebutan untuk masuk ke pesawat, karena warna lebih mudah diingat daripada nomor tempat duduk. Saya heran, mengapa sistem seperti ini tidak diberlakukan untuk penerbangan lain? Atau jangan-jangan, sistem antre dengan kartu berwarna ini hanya bisa diterapkan untuk orang-orang yang mampu bayar tiket SQ saja? :p

Boarding pass di T2 bandara Soekarno-Hatta
Boarding room di Changi Airport
Pesawat yang saya naiki adalah Boeing 777-200 dan 777-300 dengan urutan kursi ekonomi 3-3-3. Kursi ekonomi SQ ini cukup lebar dan yang ternyaman yang pernah saya coba, lebih nyaman dari Garuda atau Emirates. Posisi awal kursi sudah ter-recline sedikit, disainnya pas untuk postur tubuh orang Asia. Ditambah lagi di depan kursi ada pijakan kaki, sangat membantu untuk yang bertubuh mini seperti saya, agar kaki tidak menggantung :D

Sayangnya bagasi kabin di atas tempat duduk tidak bersahabat dengan tinggi tubuh saya. Jangankan meletakkan sendiri tas saya di atas, lha wong membukanya saja saya nggak bisa. Ora nyandak. Untung ada mbak-mbak pramugari aka Singapore Girls yang siap membantu. Ya memang ada gunanya syarat tinggi minimal untuk jadi pramugari. 

Saya rasa pramugari SQ ini paling cekatan dibanding pramugrari maskapai lain. Layanan sebelum take off, pemberian handuk hangat, pemberian snack, makanan dan minuman cukup efektif dan efisien. Makanan cepat datang ketika saya mulai lapar. Minum hangat teh atau kopi juga tidak perlu menunggu lama. Begitu juga ketika mengambil kembali nampan makanan, tidak grusah-grusuh dan membuat sampah berhamburan. Sip lah pokoknya. Tambahan lagi, menurut saya, mbak-mbak ini cantik-cantik banget je. Kecantikan paras Asia, gitu. Tentu saja sangat subyektif karena saya juga cewek Asia, menilai kecantikan berdasar ras sendiri :)

Dalam penerbangan dari Singapura ke Christchurch, ada series of unfortunate events, yang belakangan menjadi fortunate events alias berkah terselubung buat saya. Rekan seperjalanan saya mengalami kecelakaan di tol Jakarta. Alhamdulillah tidak parah, tapi membuatnya ketinggalan pesawat dari Jakarta ke Singapura. Di ruang tunggu di Changi, saya cemas, berharap dia bisa menyusul ke Singapura entah bagaimana caranya. Tapi sampai pesawat mau lepas landas, dia belum tampak. Alhasil, saya terbang solo sampai New Zealand. Penerbangan malam itu tidak terlalu ramai, dan saya seperti mendapat durian runtuh mendapatkan tiga kursi di barisan saya kosong semua. Dengan ukuran tubuh mini begini, saya bisa tidur nyaman seperti di flat bed. Duh, kelas ekonomi berasa first class :D

Suasana kabin dan Singapore Girl yang cekatan

My economy seat
Dari Singapore, saya harus terbang hampir 10 jam nonstop sampai ke Selandia Baru, melewati (kembali) Surabaya dan Australia. Enaknya penerbangan dengan full airline, bukan low-cost carrier, di pesawat ada hiburannya. Sistem hiburan di Singapore Airlines ini cukup bagus, tapi masih di bawah entertainment system di Emirates. Pilihan film-nya ada yang baru-baru, tapi masih kalah banyak dengan pilihan di Emirates. Setiap penumpang ekonomi mendapatkan layar pribadi di depan tempat duduknya, tapi sayang belum sistem touch screen. Kadang saya kesulitan memakai remote, untuk bolak-balik pilih program. Akhirnya setelah kenyang makan, saya cuma khusuk mendengarkan lagu saja, sampai terlelap. Dalam perjalanan pulang, saya sempat nonton satu film Korea yang cukup menghibur atas rekomendasi teman seperjalanan saya (yang alhamdulillah tidak ketinggalan pesawat lagi).

Oh, ya, ada amenities yang dibagikan ke penumpang untuk penerbangan SIN-CHC dan sebaliknya. Setiap penumpang mendapat kaos kaki, sikat gigi dan pasta gigi yang dikemas dalam kantung cantik. Lumayan lah :)

Goody bag berisi kaos kaki, sikat dan pasta gigi
Yang paling membuat saya semangat naik maskapai ini terus terang adalah makanannya. Kata Si Ayah, makanan di SQ biasa aja. Padahal menurut saya, makanannya enak, apalagi disajikan lengkap dari makanan pembuka sampai pencuci mulut. Plus ada roti dan butter! Oh, mentega, sudah lama saya tidak makan mentega dengan baik dan benar.

Untuk penerbangan jarak pendek seperti dari Jakarta ke Singapura yang cuma 1,5 jam saja, SQ tetap menyediakan makanan berat. Menu yang saya dapat adalah nasi ikan dengan sayuran, dilengkapi jus jeruk dan pencuci mulut. Hidangan ketika pulang juga hampir sama, hanya pencuci mulutnya saja yang berbeda. Oh, banana bread!

Dari Singapura ke Christchurch masuk ke penerbangan long haul dan melewati dua jam makan, sehingga saya mendapat makan malam dan sarapan. Makan malamnya kembali nasi dengan ikan (nggak masalah, enak kok), disajikan lengkap dengan ubarampenya. Saya sangat menikmati makan di pesawat yang minim turbulence dan tanpa gangguan dari Precils atau Si Ayah. Sangat khusyuk ibadah makan saya dimulai dari makan hidangan pembuka (salad yang segar-segar kecut), menyobek roti dan mengisinya dengan mentega dari New Zealand, lalu pelan-pelan menaburkan lada hitam di atas nasi. Hidangan utama saya kunyah pelan-pelan dengan sendok stainless (bukan sendok plastik!), sambil sesekali menyesap air mineral. Selesai makan, saya minta teh dengan susu untuk pengantar tidur. Cracker dan keju saya simpan untuk keadaan darurat tengah malam, haha. Sayangnya saya tidak bisa menikmati pencuci mulut es krim karena semua rasanya cokelat dan saya alergi cokelat, hiks. Tapi semua yang masuk perut tadi membuat saya tidur nyenyak sampai fajar menyingsing.

Waktunya sarapan! Ritual yang sama saya lakukan untuk menu sarapan kali ini: roti dengan mentega dulu, baru omelet dan hash brown (bukan perkedel ya), dan lanjut dengan irisan buah segar dan yoghurt. Muffin saya camil-camil setelah nampan dibereskan, sambil menikmati kopi pagi dengan susu, siap mendarat dengan perut kenyang dan wajah siaga di bandara Christchurch, hahaha.

Menu makan pulangnya tak kalah istimewa. Bagi yang belum pernah merasakan mentega, susu, keju dan daging domba New Zealand mungkin akan mengatakan saya melebih-lebihkan. Tapi itu lah yang saya rasakan. Semua jenis makanan produksi New Zealand jauh lebih enak daripada punya Australia (sorry!). Mungkin karena alamnya yang lebih murni ya?

Saya jadi membayangkan, kalau makanan di kelas ekonomi seenak ini, apa jadinya di kelas bisnis ya? Atau first class? Hohoho, saya catat dulu di Dream Book, semoga impian saya terkabul suatu saat nanti.

Sementara itu, monggo sila dicicipi, foto-fotonya :)
Camilan yang bisa dipesan setiap saat
Makan siang di penerbangan Jakarta - Singapura
Makan malam di penerbangan Singapura - Christchurch
Sarapan di penerbangan Singapura - Christchurch
Makan siang di penerbangan Christchurch - Singapura
Makan sore di penerbangan Christchurch - Singapura
Makan malam di penerbangan Singapura - Jakarta
~ The Emak

Baca juga:

No comments :

Post a Comment